TAK HANYA SEMALAM



Aku adalah seorang sahabat dari temanku, Andin. Kita sudah bersama sejak 1 tahun yang lalu. Suatu ketika kami singgah ke rumah kakakku yang tidak lebih dari bagian utara kota Jogja. Hanya satu malam kami disana. Memang sebentar, namun aku dan Andin bertemu dengan beberapa teman laki-laki kakakku yang entah mengapa sepertinya ada sesuatu yang berbeda. Hanya perasaan saja ataukah ini pertanda. Andin terlihat biasa saja bersama mereka, ketika kutinggal mengambil sebungkus roti tawar di dapur karena memang kami akan membakarnya di halaman samping.
Suasana malam itu begitu hangat, obrolan-obrolan ringan dengan ditemani canda tawa. Renyah, mungkin jika makanan seperti itu. Tiba-tiba munculah beberapa teman kakakku dari pintu samping yang langsung ikut gabung bersama kami malam itu. Satu persatu kami kenalan, “kayak pertama kali masuk kuliah saja euy!” kataku lirih. Lucu sekali kenalan itu, membikin perut ku sakit gara-gara tertawa terus.
Seusainya kenalan, kami melanjutkan membakar roti. Berbagai resep kami coba, namun tetap saja rasanya aneh. Gak masalah rasanya aneh, yang penting dimakan bareng-bareng juga enak. Di waktu-waktu itu kami semua semakin akrab, tetapi ada yang aneh sama Andin dan Dias. Terlihat jelas bahwa Dias selalu ngeledek Andin setiap dia mengucapkan sebuah kata. Andin pun tak mau kalah, mereka bak bertempur dalam kata. Berapa dan berapa, aku tak tahu siapa yang menang. Teman-teman kakak malah ikutan membantu Dias ngeledek Andin. Namun namanya Andin, dia orangnya gak mau kalah. Apalagi dia suka dengan permainan bahasa kek gitu. Diladeni aja mereka semua.
Senang hati ini melihat mereka secepat itu akrab. Dias sepertinya anak yang baik. Tak neko-neko seperti Dika-teman Dias dan kakak juga. Tampilannya rapi dan sopan. Tak ada celana robek di lututnya, maupun sebatang rokok di tangannya. Lumayan, Andin bisa dekat dengan Dias. Karena tak baik buat Andin melukai hatinya lama-lama dalam menggapai Mas W’nya itu. Yang entah kapan dia bakalan mengerti perasaan Andin.
Malam itu berlalu begitu cepat, secepat matahari yang memulai harinya. Bergegaslah kami menemui setumpuk bantal yang ada di ruang tengah. Kami ambil satu-satu dan akhirnya terlelap sudah.

To be continued

0 comments:

Post a Comment